Walt Disney Pictures & Walden Media
Sutradara: Andrew Adamson
Tagline: Everything you know is about to change forever.
Satu lagi film yang didasarkan pada sebuah buku, dan kali ini bukunya adalah salah satu dari serial klasik The Chronicles of Narnia oleh CS Lewis, yang terdiri dari 7 buku. Salah satu judul dari seri ini, The Lion, The Witch and the Wardrobe sudah difilmkan dan dirilis pada tahun 2005, dan cukup berhasil meraup keuntungan serta memenangkan Oscar untuk Best Make-Up. Aku sendiri menganggap film pertama tersebut so-and-so, dan walaupun pemainnya cakep-cakep, tetap saja aku beri bintang 3 (dari 5).
FIlm Prince Caspian ini masih dimainkan oleh 4 pemain utamanya dulu, yaitu William Moseley sebagai Peter, Anna Popplewell sebagai Susan, Skandar Keynes sebagai Edmund, dan Georgie Henley sebagai Lucy. Tentu saja mereka kelihatan sudah lebih dewasa dan semakin keren. Lucy yang dulu masih imut sekarang sudah lebih besar dan cantik. Susan pipinya semakin endut dan bibirnya semakin seksi, dan Edmund, ya ampun cakep bener, pengen mengijon deh. Skandar Keynes adalah keturunan Lebanon, dan menurut isu, anak ini menyatakan dirinya adalah ateis, ya ampun. My cousin bilang, wajah Edmund kok mirip dengan salah satu tokoh keren Adam Banks (dimainkan oleh Vincent Larusso) di trilogi klasik Mighty Ducks. [Dia mah setiap orang cakep berwajah ke-Inggris-Inggrisan langsung teringat si Larusso ini.] Kenapa ya orang-orang Inggris ini cakep-cakep?
Ah sudahlah, balik ke film ini. Prince Caspian adalah buku ke-4 (secara kronologis) dari serial ini, entah kenapa yang ini yang dipilih, tapi diduga karena inilah urutan logis sesudah The Lion, The Witch and the Wardrobe, sekaligus menyempati agar pemainnya tidak terlalu tua. Film fantasi ini berdurasi 2 jam 35 menit.
Cerita dimulai dengan Prince Caspian (Ben Barnes) yang terpaksa melarikan diri dari istana Telmarine karena pamannya, Lord Miraz (Sergio Castellitto), bermaksud membunuhnya untuk menyerahkan tahta yang seharusnya menjadi milik Caspian kepada anak laki-lakinya yang baru lahir. Pelariannya membawa Caspian bertemu dengan makhluk-makhluk dari dunia Narnia yang dianggap sudah punah, karena sudah ratusan tahun ditinggalkan oleh keempat Raja dan Ratunya dan terpinggirkan oleh tekanan orang-orang Telmarine. Terjepit di antara makhluk-makhluk Narnia dan para prajurit yang mengejarnya, Caspian mengeluarkan sebuah terompet (horn) yang diberikan gurunya, Doctor Cornelius, dengan pesan bahwa benda itu hanya boleh digunakan kalau berada dalam keadaan darurat. Terompet itu ditiup, dan layar berganti ke dunia nyata.
Anak-anak keluarga Pevensie sedang duduk di kursi stasiun di London, dan nampak keren. Aku sudah bilang belum bahwa Edmund, yang pemainnya di dunia nyata hebat taekwondo ini, jadi jauuuh lebih cakep daripada film Narnia yang pertama? Bagi kalian yang familiar dengan cerita Narnia, atau sudah menonton film pertamanya, tentu mengetahui bahwa terompet yang ditiup Caspian adalah terompet milik Susan yang digunakan untuk memberitahukan bahwa Narnia dalam bahaya dan memohon bantuan. Tiupan terompet ini mampu menarik keempat bersaudara Pevensie yang dulunya adalah Raja-raja dan Ratu-ratu Narnia, untuk kembali ke Narnia. Dulunya? Yayaya, rupanya dunia Narnia bergerak dalam hitungan jauh lebih cepat daripada dunia kita. One lifetime di Narnia mungkin hanya beberapa detik di dunia kita.
Cerita selanjutnya kemudian dipenuhi dengan berbagai perang memperebutkan tahta untuk Caspian, yang memiliki seluruh Narnia di pihaknya. Sebagai cerita anak, tentu sudah bisa diduga bagaimana endingnya, dengan Aslan yang selalu datang terakhir sebagai sang penyelamat, dan cairan “anti-death” dari Lucy. Tetapi film ini jelas dibikin untuk orang dewasa. Adegan-adegannya kelam dan perangnya penuh dengan adegan-adegan kekerasan dan kematian (walau dengan jumlah darah yang segelas pun gak sampai). Pokoknya, bagi orang dewasa, OK, maksudku bagi aku, adegan perangnya cukup memuaskan, jauuuh lebih banyak daripada film pertamanya, lengkap dengan taktik perang yang keren dari pihak Narnia. Selain itu banyak adegan dan kalimat lucu, seperti komentar-komentar sarkastis dari Trumpkin, dwarf yang menemani perjalanan Pevensies di Narnia; serta tokoh-tokoh komikal seperti tikus Reepicheep yang berpenampilan seperti Puss in Boots dalam Shrek 2, cuma lebih haus darah. Bahkan monster hag pendukung the White Witch pun terlihat lucu, dengan gaya berjalan seperti Aming :p Kayaknya yang cekakakan terus cuma kami deh. Aslan, lagi-lagi, terlihat kurang besar dan gahar untuk karakternya yang mestinya sebagai The Noble One. Apalagi adegannya dengan Lucy di bagian dekat-dekat ending yang hampir-hampir seperti anjing dan tuannya, cuddling each other. Edmund digambarkan jauh lebih dewasa dalam film ini, kontras dengan Peter yang masih berkutat dengan kesombongan dan kesadaran diri bahwa dia adalah the High King.
Lokasi pengambilan gambar juga sangat indah, apalagi pada scene ketika keempat Pevensie kembali dari dunia nyata ke Narnia. Sebuah pulau indah yang dipenuhi pohon dan reruntuhan istana Cair Paravel, dikelilingi laut yang sangat biru. Kabarnya film ini di-shoot di berbagai lokasi di berbagai negara, dan tentu saja Selandia Baru termasuk di antaranya. Istana-istananya juga believable sekali, maklum ini yang bikin Disney yang paling pengalaman bikin istana. Aslan’s How, istana bawah tanah Narnia dibangun di Praha. Adegan perang di jembatan diambil di Slovenia, sedangkan adegan perang besarnya diambil di Ceko.
Menonton film ini serasa menonton film Lord of the Rings dalam skala imut. Mungkin dirasakan secara tidak sengaja karena tampilan alamnya yang kurang-lebih sama, adanya dwarf yang berlidah tajam (Trumpkin), pangeran yang ingin merebut tahtanya kembali, serta adegan perang yang mengerahkan berbagai makhluk dari dunia fantasi, termasuk burung purba (dalam film ini gryphon) dan pohon (ingat Treebeard?) .
Cerita di film ini agak berbeda dengan di bukunya. Perangnya tidak diceritakan mendetail seperti di film, White Witch sebenarnya tidak pernah muncul dalam seri ini, dan tentu tidak ada adegan romantis antara Susan dan Caspian. BBC pernah memproduksi Prince Caspian pada tahun 1999 dalam satu seri Chronicles of Narnia (hanya 4 yang difilmkan). dengan pemain utama Richard Dempsey sebagai Peter, Sophie Cook sebagai Susan, Jonathan Scott sebagai Edmund, dan Sophie Wilcox sebagai Lucy. Rasanya aku punya deh, karena CD film ini dijual murah di Gramedia dan Hero, tapi belum ditonton hihihi…
Tahun 2010, seri lain juga akan diangkat ke layar lebar, yaitu The Voyage of the Dawn Treader. Apakah keempat pemainnya masih sama? Mudah-mudahan. Kalau mengikutinya bukunya, Prince Caspian akan muncul lagi dalam film ini.
Jadi, apakah film ini layak tonton? Layak sekali. Wajib. Layak koleksi juga.
Beberapa info diperoleh dari Wikipedia. Pics diambil dari The New York Times dan imdb.
Sutradara: Andrew Adamson
Tagline: Everything you know is about to change forever.
Satu lagi film yang didasarkan pada sebuah buku, dan kali ini bukunya adalah salah satu dari serial klasik The Chronicles of Narnia oleh CS Lewis, yang terdiri dari 7 buku. Salah satu judul dari seri ini, The Lion, The Witch and the Wardrobe sudah difilmkan dan dirilis pada tahun 2005, dan cukup berhasil meraup keuntungan serta memenangkan Oscar untuk Best Make-Up. Aku sendiri menganggap film pertama tersebut so-and-so, dan walaupun pemainnya cakep-cakep, tetap saja aku beri bintang 3 (dari 5).
FIlm Prince Caspian ini masih dimainkan oleh 4 pemain utamanya dulu, yaitu William Moseley sebagai Peter, Anna Popplewell sebagai Susan, Skandar Keynes sebagai Edmund, dan Georgie Henley sebagai Lucy. Tentu saja mereka kelihatan sudah lebih dewasa dan semakin keren. Lucy yang dulu masih imut sekarang sudah lebih besar dan cantik. Susan pipinya semakin endut dan bibirnya semakin seksi, dan Edmund, ya ampun cakep bener, pengen mengijon deh. Skandar Keynes adalah keturunan Lebanon, dan menurut isu, anak ini menyatakan dirinya adalah ateis, ya ampun. My cousin bilang, wajah Edmund kok mirip dengan salah satu tokoh keren Adam Banks (dimainkan oleh Vincent Larusso) di trilogi klasik Mighty Ducks. [Dia mah setiap orang cakep berwajah ke-Inggris-Inggrisan langsung teringat si Larusso ini.] Kenapa ya orang-orang Inggris ini cakep-cakep?
Ah sudahlah, balik ke film ini. Prince Caspian adalah buku ke-4 (secara kronologis) dari serial ini, entah kenapa yang ini yang dipilih, tapi diduga karena inilah urutan logis sesudah The Lion, The Witch and the Wardrobe, sekaligus menyempati agar pemainnya tidak terlalu tua. Film fantasi ini berdurasi 2 jam 35 menit.
Cerita dimulai dengan Prince Caspian (Ben Barnes) yang terpaksa melarikan diri dari istana Telmarine karena pamannya, Lord Miraz (Sergio Castellitto), bermaksud membunuhnya untuk menyerahkan tahta yang seharusnya menjadi milik Caspian kepada anak laki-lakinya yang baru lahir. Pelariannya membawa Caspian bertemu dengan makhluk-makhluk dari dunia Narnia yang dianggap sudah punah, karena sudah ratusan tahun ditinggalkan oleh keempat Raja dan Ratunya dan terpinggirkan oleh tekanan orang-orang Telmarine. Terjepit di antara makhluk-makhluk Narnia dan para prajurit yang mengejarnya, Caspian mengeluarkan sebuah terompet (horn) yang diberikan gurunya, Doctor Cornelius, dengan pesan bahwa benda itu hanya boleh digunakan kalau berada dalam keadaan darurat. Terompet itu ditiup, dan layar berganti ke dunia nyata.
Anak-anak keluarga Pevensie sedang duduk di kursi stasiun di London, dan nampak keren. Aku sudah bilang belum bahwa Edmund, yang pemainnya di dunia nyata hebat taekwondo ini, jadi jauuuh lebih cakep daripada film Narnia yang pertama? Bagi kalian yang familiar dengan cerita Narnia, atau sudah menonton film pertamanya, tentu mengetahui bahwa terompet yang ditiup Caspian adalah terompet milik Susan yang digunakan untuk memberitahukan bahwa Narnia dalam bahaya dan memohon bantuan. Tiupan terompet ini mampu menarik keempat bersaudara Pevensie yang dulunya adalah Raja-raja dan Ratu-ratu Narnia, untuk kembali ke Narnia. Dulunya? Yayaya, rupanya dunia Narnia bergerak dalam hitungan jauh lebih cepat daripada dunia kita. One lifetime di Narnia mungkin hanya beberapa detik di dunia kita.
Cerita selanjutnya kemudian dipenuhi dengan berbagai perang memperebutkan tahta untuk Caspian, yang memiliki seluruh Narnia di pihaknya. Sebagai cerita anak, tentu sudah bisa diduga bagaimana endingnya, dengan Aslan yang selalu datang terakhir sebagai sang penyelamat, dan cairan “anti-death” dari Lucy. Tetapi film ini jelas dibikin untuk orang dewasa. Adegan-adegannya kelam dan perangnya penuh dengan adegan-adegan kekerasan dan kematian (walau dengan jumlah darah yang segelas pun gak sampai). Pokoknya, bagi orang dewasa, OK, maksudku bagi aku, adegan perangnya cukup memuaskan, jauuuh lebih banyak daripada film pertamanya, lengkap dengan taktik perang yang keren dari pihak Narnia. Selain itu banyak adegan dan kalimat lucu, seperti komentar-komentar sarkastis dari Trumpkin, dwarf yang menemani perjalanan Pevensies di Narnia; serta tokoh-tokoh komikal seperti tikus Reepicheep yang berpenampilan seperti Puss in Boots dalam Shrek 2, cuma lebih haus darah. Bahkan monster hag pendukung the White Witch pun terlihat lucu, dengan gaya berjalan seperti Aming :p Kayaknya yang cekakakan terus cuma kami deh. Aslan, lagi-lagi, terlihat kurang besar dan gahar untuk karakternya yang mestinya sebagai The Noble One. Apalagi adegannya dengan Lucy di bagian dekat-dekat ending yang hampir-hampir seperti anjing dan tuannya, cuddling each other. Edmund digambarkan jauh lebih dewasa dalam film ini, kontras dengan Peter yang masih berkutat dengan kesombongan dan kesadaran diri bahwa dia adalah the High King.
Lokasi pengambilan gambar juga sangat indah, apalagi pada scene ketika keempat Pevensie kembali dari dunia nyata ke Narnia. Sebuah pulau indah yang dipenuhi pohon dan reruntuhan istana Cair Paravel, dikelilingi laut yang sangat biru. Kabarnya film ini di-shoot di berbagai lokasi di berbagai negara, dan tentu saja Selandia Baru termasuk di antaranya. Istana-istananya juga believable sekali, maklum ini yang bikin Disney yang paling pengalaman bikin istana. Aslan’s How, istana bawah tanah Narnia dibangun di Praha. Adegan perang di jembatan diambil di Slovenia, sedangkan adegan perang besarnya diambil di Ceko.
Menonton film ini serasa menonton film Lord of the Rings dalam skala imut. Mungkin dirasakan secara tidak sengaja karena tampilan alamnya yang kurang-lebih sama, adanya dwarf yang berlidah tajam (Trumpkin), pangeran yang ingin merebut tahtanya kembali, serta adegan perang yang mengerahkan berbagai makhluk dari dunia fantasi, termasuk burung purba (dalam film ini gryphon) dan pohon (ingat Treebeard?) .
Cerita di film ini agak berbeda dengan di bukunya. Perangnya tidak diceritakan mendetail seperti di film, White Witch sebenarnya tidak pernah muncul dalam seri ini, dan tentu tidak ada adegan romantis antara Susan dan Caspian. BBC pernah memproduksi Prince Caspian pada tahun 1999 dalam satu seri Chronicles of Narnia (hanya 4 yang difilmkan). dengan pemain utama Richard Dempsey sebagai Peter, Sophie Cook sebagai Susan, Jonathan Scott sebagai Edmund, dan Sophie Wilcox sebagai Lucy. Rasanya aku punya deh, karena CD film ini dijual murah di Gramedia dan Hero, tapi belum ditonton hihihi…
Tahun 2010, seri lain juga akan diangkat ke layar lebar, yaitu The Voyage of the Dawn Treader. Apakah keempat pemainnya masih sama? Mudah-mudahan. Kalau mengikutinya bukunya, Prince Caspian akan muncul lagi dalam film ini.
Jadi, apakah film ini layak tonton? Layak sekali. Wajib. Layak koleksi juga.
Beberapa info diperoleh dari Wikipedia. Pics diambil dari The New York Times dan imdb.